SEMANGAT DASAR PUTERA
ALTAR-PUTERI SAKRISTI NGANJUK
Menjadi
seorang putera altar/ puteri sakristi adalah suatu rahmat panggilan khusus
Allah kepada anak-anak yang diminta oleh orangtua atau teman . Jika rahmat
Allah tidak ditanggapinya maka tiada hati untuk tergerak menjadi misdinar atau
puteri sakristi.
Panggilan
menjadi seorang putera altar/puteri sakristi akan dapat dirasakan, jika mereka
yang telah dipanggil untuk itu memiliki semangat dasar, menghayati dan
melaksanakan apa yang menjadi tugas pelayanannya. Penghayatan semangat dasar
tugas pelayanan sebagai seorang misdinar/ puteri sakristi haruslah tetap
dipelihara, dihayati dan dipahami dengan sungguh.
Putera
altar/ puteri sakristi Gereja St. Paulus Nganjuk berlindung kepada St.
Tarsisius (pesta 15 Agustus) dan St. Theresia Kanak- kanak Yesus (H.R 1 Oktober). Kedua pelindung ini
hendaknya dicontoh/ diteladani hidupnya.
PA-PS
Nganjuk memiliki semboyan dan semangat dasar COR UNUM et ANIMA UNA.
Cor : hati
Unum : satu
Et : dan
Anima : jiwa
Una : satu
Cor
Unum et Anima Una mengandung arti sehati dan sejiwa.
Semangat
Sehati dan Sejiwa bersumber dari semangat gereja purba di Yerusalem jaman para
rasul (Kis 4:32). PA-PS Nganjuk dibentuk dengan diresapi semangat dasar jemaat
perdana para rasul, bahwa mereka sehati dan sejiwa bertekun di dalam
persekutuan, berdoa, pengajaran, pelayanan dan pewartaan/ kesaksian. Inilah
alasan gereja katholik dibangun di seluruh dunia. Sehati dan Sejiwa diperoleh
didalam kasih Kristus ( Flp 2:2) dan hidup PA-PS harus selaras dengan semangat
Injil, berjuang untuk iman. (bdk Flp 1:27). Sehati dan Sejiwa menjadi dasar
semangat PA-PS Nganjuk didalam persekutuan kelompok, ketekunan didalam doa
peribadatan, persatuan dalam pelayanan, sehati sejiwa dalam segala tindak
perbuatan, kata, pikiran, dan pengharapan. Sehati sejiwa didalam pengajaran dan
kesaksian.
Tugas utama PA-PS adalah melayani
Tuhan, gereja dan sesama. Tugas melayani sebagaimana diteladankan oleh Guru dan
Tuhan Yesus sendiri kepada para rasul dan mereka yang menderita, saling
melayani dan mengasihi menjadi tanda pengikut Kristus (bdk Yoh 13:1-20. 34-35).
Tugas melayani janganlah dianggap sebagai pekerjaan hina tetapi tugas melayani
memiliki makna tidak mementingkan diri sendiri, memberi hati kepada sesama
teristimewa bagi mereka yang rendah diri, pemalu, dikucilkan teman yang lain.
Melayani berarti juga sikap mandiri, dapat mengurus diri sendiri sehingga tidak
perlu harus dilayani oleh orang lain.
Sebagai seorang PA-PS hendaknya
memiliki kebesaran jiwa untuk melayani, rendah hati, tidak sombong, selalu
gembira, tekun, tulus, ramah dan penolong dalam pribadinya. Untuk itu, seorang
putera altar/ puteri sakristi harus mau dengan rela dan tekun membuka hati
untuk pengajaran, penghiburan, karunia istimewa yang bersumber dari Sabda dan
Ekaristi untuk membentuk jati diri, kepribadian, citra seorang putera altar/
puteri sakristi yang baik.
PA-PS
memiliki tugas kerasulan yang khas di bidang liturgi. Tugas pelayanan/
kerasulan PA-PS dilakukan sebelum- saat- sesudah perayaan Ekaristi atau
perayaan sakramental.
Untuk
penghayatan hidup rohani itu, PA-PS Nganjuk memiliki penghormatan yang istimewa
terhadap Sakramen Cinta Kasih dan Hati Mahakudus pada setiap Jamuan Suci (hari
kamis menjelang Jumat I tiap bulan) dan Ibadat Astuti pada setiap Jumat I dalam
bulan. Ibadat istimewa ditekankan bagi PA-PS karena tidak satu jemaat Kristen
pun dapat dibangun, terkecuali kalau berakar dan berproses pada perayaan
Ekaristi Mahakudus. Dari Ekaristi, semua usaha jemaat harus dimulai (Misteri
Ekaristi 13), karena yang merayakan Ekaristi ialah Kristus sendiri bersama
umat. Allah yang tersusun secara hirarkis.
Ekaristi
merupakan pusat kehidupan Kristen, baik bagi gereja keseluruhan, gereja
setempat maupun kehidupan rohani setiap orang (Pedoman Umum Buku Misa bab I ar.
1). Dari kedalaman iman bersumber dari kecintaan, penghormatan kepada Sakramen
Mahakudus ini menjadikan seorang PA-PS harus memiliki dua mata lebar untuk
melihat kebutuhan umat, dua telinga lebar dan tajam untuk mendengarkan
bimbingan pengajaran dan keluhan, dua tangan melayani, dua kaki ramping lincah
bergerak melayani, hati besar dan lembut penuh kasih pengampunan, berbudi halus
dan iba terhadap sesama. Meskipun PA-PS terdiri dari siswa SD hingga SMA tetapi
memiliki arti khusus bagi gereja di Nganjuk.
Nasehat
St. Paulus (Roma 12:1), “Demi kemurahan Allah supaya kamu mempersembahkan
tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan berkenan kepada Allah :
itu ibadahmu yang sejati”. (Kor 15:58) “Berdirilah teguh, jangan goyah dan
bergiatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan, sebab kamu tahu bahwa dalam
persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.
SUMBER DOKUMEN UNTUK
PUTERA ALTAR-PUTERI SAKRISTI
Semboyan
Cor Unum et Anima Una
·
Kis 4:32
·
Flp 2:2
·
Flp 1:27
Pengaturan
Putera Altar dalam dokumen hasil Konsili Vatikan II
A.
Art.29
Konstitusi Liturgi 4 Desember 1963
“Juga para putra altar (pelayan misa), lektor,
komentator dan juga anggota paduan suara benar-benar menjalankan tugas liturgi.
Oleh karena itu mereka hendaknya menunaikan tugas dengan saleh, tulus, dan
seksama sebagaimana layak untuk pelayanan yang begitu luhur dan sudah
semestinya dituntut dari mereka oleh umat Allah. Oleh karena itu haruslah
mereka secara mendalam diresapi oleh semangat liturgi masing-masing menurut
kadar kemampuannya dan dididik untuk membawakan peranannya dengan tepat dan
rapi”.
Art.30 untuk meningkatkan partisipasi aktif umat,
maka aklamasi oleh umat, jawaban-jawaban, kidung-kidung mazmur, antifon dan
lagu-lagu pun pula gerak gerik, peragaan serta sikap badan hendaklah
dikembangkan. Pada saat-saat yang tepat hendaknya diadakan pula saat hening
dengan khidmat.
B.
Kurnia
Tak Terhingga 3 April 1980
Art.18 Ada berbagai peran yang dapat dibawakan oleh
kaum wanita didalam pertemuan liturgi, antara lain: membacakan sabda Allah dan
ujud-ujud doa umat. Tetapi wanita tidak diizinkan bertindak sebagai putri
altar.
C.
Instruksi
III Mengenai Pelaksanaan Konstitusi Liturgi 5 September 1970
No.7 Menurut kaidah liturgi tradisional gereja, kaum
wanita (remaja, wanita yang sudah berkeluarga, biarawati) dilarang melayani
imam di altar, di rumah-rumah, di biara, di kolose atau institut wanita;
apalagi di gereja-gereja. Tetapi selaras dengan peraturan tentang hal ini, kaum
wanita boleh:
a. Membawakan
bacaan-bacaan Kitab Suci, kecuali Injil
b. Membawakan
ujud-ujud doa umat
c. Memimpin
nyanyian umat
d. Memainkan
organ atau alat musik lain yang telah disetujui
e. Membacakan
penjelasan yang menolong umat untuk memahami ibadat dengan lebih baik
f. Mengemban
tugas-tugas tertentu demi pelayanan kepada kaum beriman yang berada di beberapa
tempat misalnya among tamu, mengatur tempat duduk umat, mengatur perarakan
persembahan dan mengumpulkan kolekte didalam ibadat.
D.
Kurnia
Tak Terhingga 3 April 1980
(SBL 2E No. 1154) ... Dengan cara ini para imam akan
dapat mendarmabaktikan diri pada karya pastoral yang lebih berdayaguna dan pada
katekese liturgi bagi kaum beriman; juga membina kelompok lektor, memberikan
bimbingan spiritua dan latihan-latihan praktis kepada para putera altar...
E.
Instruksi
tentang musik di dalam liturgi 5 Maret 1963
Art.13 Perayaan-perayaan liturgi adalah perayaan
seluruh gereja, yakni perayaan umat kudus, yang disatukan dan dipimpin oleh
uskup atau imam. Karena tahbisan kudus yang telah mereka terima, imam dan para
pembantunya memegang peranan khusus dalam perayaan-perayaan ini. Seperti juga
atas dasar pelayanan yang harus mereka laksanakan, para putera altar, lektor,
komentator dan anggota koor.
Art.26 Imam, pelayan-pelayan kudus dan putera altar,
lektor, serta anggota koor dan juga komentator hendaknya melaksanakan tugas
yang dipercayakan kepada mereka dengan cara yang mudah dipahami umat, kalau
perlu bisa dengan setengah hafal dan nampak spontan. Sangat diharapkan bahwa
imam dan para pelayan dalam berbagai tingkatnya memadukan suara mereka dengan
suara seluruh umat dalam bagian-bagian yang harus dibawakan oleh umat.
F.
Pedoman
Pastoral Untuk Liturgi 23 November 1972
No.29 Pelayan utama perayaan liturgi ialah diakon
dan akolit. Selain itu menurut tradisi yang sangat baik tugas-tugas pelayanan yang
langsung berhubungan dengan upacara biasanya diserahkan kepada bapak,
pemuda-pemuda atau juga kepada anak-anak lelaki. Dengan demikian umat lebih
diberi bagian dalam penyelenggaraan ibadat dan di kalangan kaum muda sudah
ditanamkan pengertian dan penghargaan terhadap gereja (ibadat gereja).
Pelayan-pelayan hendaknya disiapkan sungguh-sungguh, bukan hanya tentang aturan
upacara dan tugas mereka masing-masing, tetapi juga tentang arti ibadat pada
umumnya. Mereka hendaknya selalu diberi perhatian khusus, dilatih dengan baik
dan dididik untuk melaksanakan tugas mereka dengan setia, khidmat dan lancar.
Sebaiknya dalam tiap-tiap upacara ibadat bersama
umat diikutsertakan setidaknya seorang pelayan. Makin meriah upacaranya, makin
banyak pelayan dapat diserahi tugas. Tetapi jumlahnya jangan sampai berlebihan
sehingga upacara tetap lancar dan jelas bagi umat. Para pelayan yang bertugas
harus belajar mengikuti ibadat, tidak hanya secara lahir, tetapi sepenuh hati.
Mereka yang tidak bertugas hendaknya ikut serta bersama umat.
G.
Sakramen
Mahakudus 21 Juni 1978
(SBL 2 D No.791) Perayaan Ekaristi adalah pusat
seluruh kehidupan kristiani, baik bagi gereja universal maupun bagi himpunan
jemaat gereja lokal. Sebab semua sakramen, erat berhubungan dengan Ekaristi dan
diarahkan kepadanya; demikian pula segala kegiatan pelayanan gereja dan karya
kerasulannya. Sebab didalam Ekaristi Mahakudus terangkum seluruh harta rohani
gereja, yaitu Kristus sendiri...
SIKAP- SIKAP DALAM
LITURGI
Didalam kehidupan seseorang, gerak
gerik/sikap badan adalah lambang/simbol dari maksud yang diungkapkan. Didalam
berliturgi memiliki sikap/gerak yang merupakan ungkapan suasana hati/batin.
Harus selalu diingat, janganlah kita berhenti pada simbol/lambang sikap badan
saja tetapi yang terpenting adalah arti/makna yang diungkapkan, dinyatakan
dengan penuh kesadaran.
Gereja Katholik memiliki kekayaan
budaya khas liturgis yang bersumber dari sikap luhur manusia. Gerak gerik pada
gereja umat Allah bersumber dari Kitab Suci, tradisi masyarakat berbudaya
(inkulturasi). Konsili Vatikan II menegaskan agar gerak gerik, peragaan serta
sikap badan hendaknya dikembangkan (KL 30). Sikap tubuh dalam liturgi adalah:
1. Membuat
tanda salib
Tanda
iman kepercayaan kristiani. Dipakai
untuk membuka – menutup doa, semua pemberkatan, menerima pemberkatan, pembacaan
Injil oleh imam/diakon. (ingat: dengan tanda ini kamu akan menang)
2. Berdiri
Tanda
hormat, siap sedia (berdiri bertumpu pada dua kaki tanpa bersandar). Dipakai saat imam masuk/keluar, Gloria
(kemuliaan), Bait pengantar Injil-bacaan Injil, syahadat, pembukaan, salam,
prefasi-Kudus, Bapa Kami, menyambut komuni. (ingat: berdiri lambang khas
Paskah—Bangkit, gembira).
3. Berlutut
(satu kaki)
Sikap
hormat mendalam. Dipakai saat
menghormat pada sakramen setiap kali masuk/keluar gereja, naik ke panti imam.
Saat menghormat kepada Paus, Uskup untuk mengecup cincin.
4. Berlutut
(dua kaki)
Sikap
hormat, tobat, merendahkan diri, sikap doa pribadi, memohon. Dipakai: berdoa sebelum—sesudah perayaan
Ekaristi, selesai penelitian batin—kyrie, doa syukur agung, Anak Domba , doa
setelah menyambut komuni, menerima berkat, berdoa di depan patung, sembah sujud
Astuti, saat litani pada tahbisan/kaul (dilakukan pentahbis dan umat).
5. Duduk
Sikap
mendengarkan, tenang. Dipakai: selama
pewartaan sabda I – II, mendengarkan homili, mendengarkan instruksi,
mengikuti/menyaksikan perayaan pentahbisan, krisma, pernikahan, mengajar oleh
uskup (katedra= kursi uskup mengajar).
6. Membungkuk
dan menundukkan kepala
Menghormat,
merendah. Dipakai: menghormat salib,
patung, setiap menyebut Tritunggal, menerima berkat, menghormat imam saat
pelayanan.
7. Mengecup
Hormat,
kasih. Dipakai: mengecup salib
sebelum doa rosario, altar dan Injil (oleh imam/diakon), mengecup salib pada
Jumat Agung, bumi (oleh Paus Yohanes Paulus II saat kunjungan pastoral), cincin
uskup (ingat: Yesus dikhianati oleh Yudas Iskariot dengan kecupan).
8. Menyembah
Sikap
hormat takzim khas dunia timur. Dipakai:
umat saat Hosti-cawan ditunjukkan setelah konsekrasi, saat sembah Astuti,
sebelum menyambut komuni.
9. Menepuk/
mengetuk dada
Penyesalan,
tobat. Dipakai: saat doa tobat,
kyrie, Anak Domba, sebelum doa sambut komuni (Ya Tuhan saya tidak pantas...).
10. Tiarap
Merendahkan
diri, tobat, permohonan yang dalam. Dipakai:
imam saat pembukaan Jumat Agung, para biarawan/biarawati yang akan kaul, frater
diakon/ imam yang akan ditahbiskan menjadi imam/uskup. (ingat: Raja Daud
menyesal saat kelahiran anak haram dengan Betsyeba—sikap tobat).
11. Mengatupkan
tangan
Tenang,
penyerahan, menyatukan. Dipakai: sikap tangan bagi misdinar jika berjalan/
berdiri/ berlutut, saat berdoa pribadi, saat perarakan sambut komuni dan
kembalinya, saat kembali setelah menghantarkan persembahan.
12. Berjalan/
perarakan
Berpindah
menuju ke...
Dipakai:
perarakan masuk/keluar imam dan misdinar, perarakan Injil, pengantar
persembahan, perarakan akan menerima komuni, masuk/keluar umat dari/ ke
bangku/pintu.
13. Saat
hening
Merenungkan,
pribadi. Dipakai: saat pemeriksaan
batin, setelah bacaan, setelah Homili/ kotbah, setelah menerima komuni, setelah
anamnese, sebelum menyambut komuni, setiap kali setelah ajakan “Marilah
berdoa”.
14. Tangan
terentang
Sikap
menyerah total, pasrah. Dipakai:
khusus imam saat Doa Syukur Agung. (ingat: Yesus terentang pada kayu salib
sebagai korban).
15. Membuka
tangan
Meminta,
pasrah, syukur. Dipakai: menerima
sakramen Mahakudus (tangan sebagai tahta), menerima pengurapan minyak orang
sakit/ tahbisan, memohon curahan Roh Kudus (pada doa karismatik), imam saat
Doksologi.
16. Mengulurkan
tangan dan menumpangkan tangan
Memohon
dan memberi kuasa. Dipakai: bagian
ini dari pentahbisan, berkat meriah, akan memberkati, pengukuhan. (ingat: Musa
mengulurkan tongkat pada Laut Merah, Yesus menyembuhkan).
17. Berjabat
tangan
Persahabatan.
Dipakai: saat salam damai, penerimaan
dalam imamat.
KELENGKAPAN
PERAYAAN SAKRAMEN
Perlengkapan
gereja adalah seperangkat peralatan yang dipergunakan untuk perayaan suatu
sakramen. Misalnya permandian, krisma, ekaristi, tobat, pernikahan, perminyakan
dan imamat. Peralatan itu adalah benda yang dianggap khusus oleh tugas yang
disimbolkannya, sehingga kita harus merawat, menghargai, memperlakukan dengan
hormat. Peralatan untuk sakramen ini pasti ada di setiap gereja paroki dan
peralatan itu disimpan di sakristi atau didalam gedung gereja itu sendiri dan
itu semua ada di gereja kita. Peralatan itu adalah:
1. Panti
Imam
Bagian
yang sering disebut altar yaitu tempat lebih tinggi dan agak luas yang
dipergunakan imam dan pelayan yang bertugas. Tempat ini juga dipergunakan untuk
perayaan upacara khusus misalnya tahbisan, krisma.
2. Altar
Titik
pusat gereja Katholik, biasanya terbuat dari batu pualam karena Kristus adalah
batu sendi gereja. Altar tempat menghadirkan korban salib, meja perjamuan
Tuhan, pusat ucapan syukur (eucharista), pemersatu umat Allah untuk ambil
bagian dalam perjamuan.
3. Dwal/
kain altar
Sehelai
kain putih yang dibentangkan pada meja altar sebagai penghormatan perayaan
syukur serta perjamuan Tubuh dan Darah Kristus.
4. Daun
altar
Bagian
dari meja altar yang terbuat dari batu alam (marmer) berisi reliqui dari
pelindung gereja dan harus benar-benar asli. Pada masa pengejaran umat Kristen,
perayaan perjamuan dilakukan diatas nisan para martir dalam katakomba.
5. Salib
dinding
Setiap
gereja dipasang satu salib dinding yang besar dan menjadi titik pandang seluruh
umat sebagai lambang karya kemenangan penebusan Kristus.
6. Salib
Altar
Sebuah
salib kecil yang diletakkan pada meja altar atau didekatnya sebagai tanda
korban penebusan dan untuk syarat korban penebusan.
7. Tabernakel
(tabernaculum = kemah)
Kotak
besi berlapis emas yang kokoh dan tidak mudah dibongkar untuk menyimpan
Sakramen Mahakudus secara terus menerus. Tabernakel dapat ditanam pada tembok
atau dibuatkan kapel, tempat umat dapat melakukan sembah sujud.
8. Lampu
Allah (Sanctuary Lamp)
Lampu
bernyala siang malam disamping Tabernakel sebagai tanda kehadiran Allah (ingat
pada tiang awan api saat Israel keluar dari Mesir dan Musa membangun kemah
suci). Lampu ini dahulu diisi dengan minyak zaitun/ minyak kelapa, namun
sekarang menggunakan listrik dan dibanyak tempat bola lampu merah/ oranye yang
dipakai.
9. Kaki
dian/ Kandelar/ Cereostata
Tempat
untuk meletakkan lilin dan dapat dipergunakan untuk perarakan.
10. Lilin
Altar
Melambangkan
Kristus cahaya dunia, menciptakan suasana khidmat dan menunjukkan tingkat
kemeriahan upacara. Setiap kali perayaan ekaristi, lilin altar harus selalu
dinyalakan.
11. Lilin
Paskah
Lilin
istimewa dalam ukuran besar yang berhias indah. Melambangkan Kristus cahaya
dunia dan lambang tugu (tiang). Api lilin Paskah diberkati pada upacara cahaya
pada malam paskah dan tiap tahun harus selalu baru dan benar-benar terbuat dari
bahan lilin. Pada masa Paskah (Malam Paskah, Minggu Paskah dan Pentakosta)
diletakkan di dekat mimbar/ altar. Pada masa biasa diletakkan di samping bejana
babtis dan dinyalakan setiap kali ada permandian.
12. Mimbar/
Ambo/ Rortra
Tempat
yang tetap untuk liturgi sabda, tempat pewartaan sabda, mazmur, homili, pujian
Paskah (exsultet), sekuensia Paska-Roh Kudus, doa umat. Tempat ini sebagai
lambang kehadiran Tuhan dalam sabda.
13. Standar
– Rehall
Tempat
di dekat mimbar untuk mentakhtakan kitab suci/ buku bacaan misa.
14. Bangku
umat
Tempat
luas yang tersedia untuk umat yang berisi bangku. Dibuat agar mat dapat
melakukan sikap liturgi (berlutut, berdiri, duduk). Pada gereja katholik,
bangku umat diatur kanan – kiri ditengah sebagai jalan perarakan. Dibagi juga
menjadi empat bagian untuk memudahkan pembagian komuni. Bangku umat yang berisi
penuh melambangkan kehadiran Kristus dalam himpunan jemaat umat Allah.
15. Sedilia
Tempat
duduk imam dan para pelayan. Dari tempat duduk ini semestinya imam memimpin
perayaan ekaristi saat pembukaan, doa pembukaan, doa penutup, perutusan. Tempat
duduk imam tidak boleh menyerupai takhta, karena yang berhak hanya uskup (kursi
takhta uskup – lambang keuskupan – Cathedra) dan imam dapat melihat/ dilihat
umat dan nampak bahwa imam memimpin perayaan Ekaristi.
16. Bejana
Babtis
Tempat
yang dikhususkan sebagai tempat untuk meletakkan air babtis. Diletakkan pada
kapel pembabtisan dan didekatnya diletakkan lilin paskah. Bejana dapat terbuat
dari batu pualam/ bahan yang pantas.
17. Air
Babtis
Air
yang diberkati secara khusus pada malam Paskah (Liturgi Babtis). Diperoleh
dengan mencelupkan lilin Paskah diatasnya. Air ini dipergunakan untuk membabtis
dan disimpan dalam bejana babtis.
18. Tempat
Air Suci
Bejana
kecil terbuat dari logam/ marmer yang ditempatkan didekat pintu masuk gereja
yang berisi air suci (air babtis) dipergunakan untuk membuat tanda salib
pribadi saat akan memasuki gereja. Sebagai pengingat akan permandian yang kita
terima.
19. Air
Suci
Air
yang diberkati dengan dicampur sedikit garam yang dipergunakan pada pemberkatan
rumah, pengantin, cincin kawin, medali, benda-benda devosional dan umat sebagai
kenangan pembabtisan.
20. Bejana
Air Suci
Tempat
yang terbuat dari logam dan adakalanya mirip timba kecil. Dipergunakan sebagai
tempat air suci pada saat pemberkatan dengan menggunakan air suci. Misal:
pemberkatan jenazah, tanah, palma, dll.
21. Aspergil
/Hisop
Sebuah
alat yang dipergunakan untuk merecikkan air suci pada pemberkatan. Biasanya
berbentuk bulat panjang berukuran kurang lebih 10 – 35 cm.
22. Kamar
pengakuan
Tempat
yang disediakan dalam gedung gereja untuk menerimakan sakramen tobat. Terdapat
dua ruang/ pintu. Satu untuk imam dan satu untuk umat.
23. Meja
kreden
Meja
yang ditempatkan didekat meja altar. Tempat meletakkan semua peralatan perayaan
ekaristi. Juga terdapat pula tempat untuk meletakkan persembahan umat.
24. Orgel/
alat musik
Alat
musik dipergunakan dalam ibadat untuk menciptakan suasana meriah, tenang,
mediatif sehingga membantu menghidupkan, memperindah dalam peribadatan dan
membantu koor umat dalam menyanyi.
25. Patung
Kudus
Patung
yang ditempatkan dalam gereja adalah Hati Kudus, Maria, Yosef, pelindung
gereja. Pada masa natal dipasang patung peristiwa natal. Patung berfungsi untuk
membantu umat agar lebih khusyuk dalam beribadah, membantu umat mengarahkan doa
kepada pribadi yang dipatungkan. Suatu tradisi yang sampai sekarang masih ada
yakni memasang/ menyalakan lilin oleh umat yang datang berdoa sebagai
persembahan untuk doa yang dipanjatkan.
26. Gambar
Jalan Salib
Gambar/
lukisan tentang peristiwa sengsara Tuhan. Tiap gambar terdapat salib kecil dan
terdiri dari 14 perhentian. Doa jalan salib dilakukan terutama pada masa
prapaskah, pada tempat perziarahan sebelum mencapai gua. Gambar jalan salib ini
membantu umat untuk merenungkan/ menghadirkan peristiwa kesengsaraan untuk
penebusan.
27. Kitab
Suci/ Buku bacaan misa
Buku
yang berisi sabda Tuhan diwartakan pada liturgi sabda dari mimbar dan diambil
dari standar-rehall. Buku bacaan misa sudah tersusun sesuai penanggalan
liturgi. Terdiri atas 3 jilid berwarna merah. Bagian I Bacaan Misa Minggu dan
Hari Raya, buku II Bacaan Misa Harian, buku III Bacaan Misa Santo/a dan
kesempatan khusus.
28. Penanggalan
Liturgi
Suatu
buku kecil yang diterbitkan oleh Komisi Liturgi KWI berisi daftar bacaan misa
hari minggu, harian, peringatan para kudus. Ibadat harian disusun berdasarkan
hari-hari.
29. Buku-buku
Buku
yang dipergunakan untuk perayaan sakramen: TPE (Tata Perayaan Ekaristi), Buku
misa harian dan santo/a, buku misa minggu dan hari raya, Madah Bakti dan Puji
Syukur.
30. Lonceng
gereja/ signum/ nola
Ditempatkan
pada menara samping atau atas gedung gereja. Lonceng diberkati dengan
pemberkatan meriah. Digunakan untuk memanggil umat untuk perayaan ekaristi,
tanda pergantian hari dari malam-pagi-siang-sore, tanda untuk berdoa Angelus
(Malaikat Tuhan) atau Regina Caeli (Ratu Surga) pada pukul 06.00, 12.00, 18.00,
dan 00.00. Tanda kegembiraan pada hari Kamis Putih, Malam Natal, Malam Tahun
Baru, Detik-detik proklamasi 17 Agustus, Malam Paskah setelah Bacaan Perjanjian
Lama, tanda pemberangkatan jenazah dari gereja.
31. Bel
Konsekrasi/ parvacampunula
Terdiri
atas 4 lonceng kecil yang disatukan dan dipergunakan saat konsekrasi
(menunjukkan Hosti dan Cawan) banyak gereja yang menggantinya dengan gong
sedangkan pada misa harian bel ini masih dipergunakan.
32. Salib
Perarakan
Salib
bertangkai panjang yang dipergunakan dalam perarakan sebagai pembuka barisan
proses dan menunjukkan tingkat kemeriahan (hari raya), Minggu Palma, Misa
Episkopal (misa bersama uskup), pemberkatan/pemakaman jenazah.
33. Pendupaan
Melambangkan
doa yang membumbung, menunjukkan tingkat kemeriahan (misa hari minggu
diperbolehkan). Dipergunakan selama perarakan masuk, menghormati altar,
perarakan dan pewartaan Injil, persiapan persembahan dan untuk menghormati roti
anggur, ibadat astuti dan pemberkatan jenazah. Pembakaran dupa lambang
semangat, bau semerbak lambang kebajikan, asap membumbung lambang doa yang
membumbung ke hadirat ilahi.
34. Dupa/
kemenyan
Lambang
keimanan. Dupa terbuat dari ramuan kayu wangi bunga kering, kemenyan dupa. Pada
lilin Paskah terpasang 5 dupa lambang lima luka Yesus di salib.
35. Wiruk/
Thuribulum
Tempat
bara api memiliki tutup dan rantai, biasanya terbuat dari kuningan. Wiruk
(Bierook-Vat, Bld = tempat api).
36. Navicula
Tempat
dupa dari logam bertutup dengan sendok untuk mengambil dupa.
37. Bunga
Lambang
kegembiraan, keindahan, kemeriahan. Bunga ditempatkan pada meja altar, depan
patung atau tempat yang pantas. Pada masa Adven dan Prapaskah bunga diganti
dedaunan. Pada hari raya boleh mempergunakan bunga bebas asalkan bunga di altar
tidak menutup pandangan umat ke altar.
38. Abu
Lambang
pertobatan, dipakai pada perayaan Rabu Abu, diperoleh dari daun palma kering
yang telah diberkati pada minggu palma tahun sebelumnya.
39. Minyak
Suci
Setiap
gereja disediakan sejumlah minyak yang diambil setelah Misa Krisma menjelang
Kamis Putih. Minyak SC (Sanctum Chrisma) digunakan untuk Krisma. Minyak OC
(Oleum Catechumenorum) digunakan untuk katekumen, minyak OI (Oleum Infirmonum)
untuk pengurapan orang sakit. Minyak Krisma hanya disimpan oleh Uskup,
berbentuk balsem untuk pentahbisan. Minyak yang dimusnahkan dengan dituang pada
kapas dan dibakar.
40. Hosti
Roti
melambangkan Tubuh Kristus setelah dikonsekrir , menurut hukum ritus
Latin-Romawi harus terbuat dari gandum tanpa ragi berbentuk bundar, tidak boleh
lembek dan mudah untuk dipatahkan/ dibagi-bagikan.
41. Anggur/
venus
Anggur
cair berasal dari pohon anggur, harus asli dan murni tanpa campuran, tidak
boleh terlampau masak (kadar alkhohol menjadi tinggi). Lambang Darah Kristus,
ke-Allahan.
42. Air
putih/ aqua
Air
minum masak yang bening tanpa campuran, digunakan untuk sedikit mencampuri
anggur mengungkapkan persatuan ke-Allahan- kemanusiaan Yesus. Persatuan Allah
(Anggur) dengan manusia (air putih) disatukan oleh Yesus berkat penebusan di
kayu salib.
43. Calix/
Cawan/ Piala
Bejana
yang terbuat dari bahan berharga bagian dalamnya dilapisi emas murni untuk
menampung darah kristus. Cawan dikonsekrir oleh Uskup sebelum dipergunakan.
44. Patena
Lapik
yang terbuat dari bahan yang sama dengan cawan dan biasanya menjadi satu dalam
satu tempat. Tempat Hosti besar untuk imam, tempat hosti Tubuh Tuhan.
45. Sibori
Bejana
untuk tempat hosti Sakramen Mahakudus, bejana ini ada yang memaki tutup ada yang
tidak. Untuk disimpan dalam Tabernakel selalu sibori bertutup.
46. Piksis
Tempat
sakramen Mahakudus jika mengirim sakramen kepada orang sakit, tua – jompo.
Bentuk tempat ini pinggan (cepuk logam emas) dengan tutup dan tas/ dompet untuk
diikat di dada. (ingat!! St. Tarsisius ketika dibunuh membawa Piksis).
47. Velum/
tudung
Kain
penudung sibori bertutup berisi sakramen Mahakudus yang disimpan. Sibori harus
bervelum jika disimpan di Tabernakel.
48. Conopeum
Tirai
yang terdapat dalam tabernakel sebagai gambaran bagian Qudus al Mugadas dari
kemah Israel.
49. Ampula
2
cangkir untuk tempat air putih dan anggur sebelum dikonsekrasikan.
50. Lavabo
Peralatan
cuci tangan imam sebelum persembahan dihunjukkan.
51. Purificatorium
Kain
lap untuk membersihkan cawan. Dipakai juga sebagai cawan. Selalu berwarna putih
dan sulaman salib ditengah, bentuk panjang lebih kurang 40cm lebarnya lebih
kurang 10cm.
52. Palla
Karton
dilapis kain lenan putih bersulam berbentuk bujursangkar untuk menutup cawan,
sibori tanpa tutup.
53. Coohelarium
Sendok
kecil yang dipakai untuk mengambil air putih sedikit dicampur anggur. Sendok
ini selalu ada dalam setiap cawan.
54. Corporale
(corpus=
tubuh) kain lenan putih yang ditengahnya disulam salib untuk alas cawan, patena
dan sibori. Lebar 9x palla.
55. Monstran
(monstrare = menunjukkan)
Suatu
bentuk yang indah dipergunakan untuk menunjukkan hosti besar Tubuh Tuhan agar
dilakukan penghormatan/ sembah sujud astuti. Hosti dalam berkat sakramen
sebagai berkat tertinggi. Di beberapa gereja pada kesempatan khusus diadakan
perarakan Sakramen Mahakudus. Pentahtaan sakramen dalam monstran harus selalu
dipasang minimal 4 batang lilin dan pendupaan dipakai.
56. Alba
(albus = putih)
Pakaian
syarat bagi para petugas di panti imam. Terbuat dari kain yang longgar sampai
ke mata kaki. Lambang kebajikan dan kemurnian hasil sengsara Kristus.
57. Amik
Pakaian
berupa kain putih bertali berbentuk segi empat lebih kurang 30cm x 50cm. Kain
ini dipakai untuk menutup kerung leher jika memakai pakaian biasa, setelah amik
dikenakan kemudian alba dipakai. Makna amik sebagai perlindungan Tuhan.
58. Singel/
cinculum
Tali
pengikat pinggang terbuat dari benang untuk mengikat alba dan stola. Maknanya
pengendalian diri, kenangan akan Yesus yang terikat ketika ditangkap. Cinculum
sebutan untuk tali pengikat pinggang berbentuk lebar dan menjuntai sepanjang
jubah, berwarna putih. Paus; berwarna merah, kardinal; berwarna ungu, uskup;
berwarna merah anggur.
59. Stola
Kain
panjang berbentuk selendang berhias indah sebagai lambang jenjang imamat yang
penuh tanggung jawab. Stola model sekarang lebar-lebar dan berhias. Dipakai
diatas kasula. Secara tradisional pemakaian stola uskup menjuntai di dada. Imam
stolanya bersilang di dada. Diakon stolanya menyamping dari bahu kanan ke
pinggang kiri. Imam mengenakan stola ungu untuk menerima sakramen tobat,
melepas jenazah dan pentahbisan.
60. Kasula
Pakaian
terpenting bagi imam jika memimpin ekaristi. Terbuat dari kain lebar menutup
depan belakang, hiasan motifnya liturgis. Pada hari raya dipakai kasula yang
paling bagus, indah dan agung. Banyak dijumpai kasula polos krem tetapi
mengenakan stola lebar berhias. Kasula ini yang menjadi ciri warna liturgis
sehingga terdapat/ memiliki kasula sesuai warna liturgi yaitu: putih
(kegembiraan, pesta), masa paskah, masa natal, hari raya, para kudus bukan
martir, tahbisan. Krem/kuning gading (kegembiraan, pesta) dipakai seperti
putih. Hijau (pengharapan): selama masa biasa. Ungu (tobat): masa prapaskah
(rabu abu), adven (minggu I adven – 24 Desember pagi), stola ungu pengakuan,
pemberkatan jenazah (misa requiem/ misa arwah) merah (api, darah): hari raya
pentakosta, jumat agung, para martir.
61. Toga
Jubah
panjang milik misdinar
62. Superpli
Baju
berwarna putih panjang sepinggang, tanpa kerung lebar, tangan sampai ke siku.
Dipakai di atas toga (misdinar) jubah putih (frater/imam), alba diatas superpli
dikenakan stola bagi imam menerimakan babtisan bayi, pemberkatan jenazah.
63. Pluviale
Mantol
kain berhias indah. Dikenakan imam saat perarakan minggu palma, perarakan
sakramen mahakudus. Dipakai uskup dalam pemberkatan gereja, pemasangan batu
pertama atau pemberkatan meriah lainnya.
64. Velum
humelare
Kain
berwarna putih/krem/kuning gading dengan hias motif liturgis dengan panjang
kurang lebih 200cm lebar kurang lebih 50cm. Dipakai saat memberikan berkat
sakramen dengan sibori/ monstran. Velum ini dipakai pada bahu dan kedua tangan
masuk kantong didalamnya dimaksudkan untuk menudungi sakramen.
65. Velum
albus
Sehelai
kain putih panjang polos dengan gesper di leher. Dipakai misdinar bertugas
pembawa Mitra dan Baculus.
Catatan
tambahan: 7
1.
Nama
|
Warna
untuk Paus:
|
Warna
untuk Kardinal:
|
Warna
untuk Uskup:
|
Soli
Deo
|
Putih
|
Merah
|
Ungu
|
Cinculum
|
Putih
|
Merah
|
Ungu
|
Jubah
|
Putih
|
Hitam
benang merah
|
Ungu
|
Pakaian
Paus selalu putih, pakaian kardinal dan uskup jika ke Vatikan harus berwarna
hitam dengan benang berwarna merah (Kardinal) dan benang ungu (Uskup). Karena
di Indonesia memiliki cuaca yang cukup terik maka, Uskup memakai Jubah putih
dengan benang berwarna ungu, meskipun seorang uskup memiliki jubah warna hitam
dan merah. Soli Deo: topi kain dikenakan pada ubun-ubun kepala, bentuknya
kecil. Warna putih (Paus), Merah (Kardinal), Ungu (Uskup/ Uskup Agung).
Cinculum:
selendang pinggang dengan warna seperti diatas.
2. Mitra:
Topi kebesaran Paus, Uskup Agung, Kardinal, Uskup. Abba dari depan berbentuk
seperti segitiga dengan hiasan indah. Mitra merupakan lambang kemenangan
seorang uskup. Abba: pemimpin biara pertapaan di Indonesia memiliki satu Abba
dari Trappis Rawaseneng.
3. Baculus:
tongkat milik Paus/Uskup/ Abba. Lambang penggembalaan. Tongkat gembala ini
berujung melengkung terbuat dari logam atau kayu jati.
4. Cincin
dan salib perak: cincin tahbisan uskup. Lambang pemersatu umat, salib perak
lambang pembela ajaran. Imam mengenakannya dengan rantai.
5. Cathedra
dan sigilium: kursi uskup di kathedral lambang pengajar. Sigilium: bentuk
lambang cita-cita uskup berupa lambang gambar/ simbol/semboyan.
II. LITURGI SEPANJANG TAHUN
1. Hari
Tuhan
Hari Tuhan yang penting
dan asli bagi seluruh umat Kristiani adalah Hari Minggu, sebab: pada Hari
Minggu kita selalu memperingati kebangkitan Kristus. Kristus menampakkan diri
kepada para rasul pada hari Minggu (Yoh 20: 19-29).
Nama hari Minggu
berasal dari bahasa Portugis “Domingo” yang berarti “Hari Tuhan” pada hari
Minggu, umat Kristiani berkumpul mendengarkan sabda Tuhan serta merayakan
Ekaristi. Maka pada hari Minggu pantaslah kita jadikan hari gembala.
2. Tahun
Liturgi
Penanggalan kita selalu
dimulai pada tanggal 1 Januari. Hari itu kita namakan Tahun Baru. Sedangkan
gereja mempunyai penanggalan sendiri yang disebut Tahun Liturgi, yang dimulai
Minggu I Adven dan berakhir pada hari raya Kristus Raja.
a. Masa
Adven
Dimulai pada hari
minggu keempat sebelum Natal. Pada masa ini ada tiga poin penting yang harus
kita ketahui, yakni: kita mempersiapkan diri, kita merindukan kedatangan Yesus,
dan kita menyegarkan iman kita dengan bertobat.
Ciri masa adven:
terdapat 4 lilin yang dihiasi cemara, Kemuliaan tidak dinyanyikan pada masa
ini, dan warna liturginya adalah ungu yang berarti prihatin, matiraga,
pertobatan.
b. Masa
Natal
Dimulai pada malam
natal dan terakhir pada Hari Raya Pembabtisan Tuhan. Natal adalah hari raya
besar, sehingga perayaannya tak dapat selesai dalam satu hari. Warna liturgi
natal: putih.
Hari minggu sesudah
natal : Keluarga Kudus
28
Desember : Pesta
Kanak-kanak Suci
1 Januari :
Pesta St. Maria Bunda Allah
6
Januari : Pesta Penampakkan Tuhan (Tiga
Raja)
c. Masa
Prapaskah/ Puasa
Dimulai pada hari Rabu
Abu dan berlangsung selama 10 hari. Pada hari itu kita menerima abu di kening
kita untuk mengingatkan kita bahwa kita berasal dari abu dan bahwa kita akan
menjadi debu pula. Hal ini mengandung pengertian bahwa kita mau bertobat, matiraga
atas segala dosa kita.
Ciri: Alleluia dan
“kemuliaan” tidak dinyanyikan, warna liturginya ungu.
Hari Minggu sebelum
Paskah dinamakan Minggu Palma, mengingatkan kita bagaimana orang Yahudi
menyambut kedatangan Yesus di Yerusalem. Minggu ini dinamakan Minggu Suci.
No comments:
Post a Comment