Sunday, March 5, 2017

Semangat Dasar Putera Altar Puteri Sakristi Nganjuk



SEMANGAT DASAR PUTERA ALTAR-PUTERI SAKRISTI NGANJUK
Menjadi seorang putera altar/ puteri sakristi adalah suatu rahmat panggilan khusus Allah kepada anak-anak yang diminta oleh orangtua atau teman . Jika rahmat Allah tidak ditanggapinya maka tiada hati untuk tergerak menjadi misdinar atau puteri sakristi.
Panggilan menjadi seorang putera altar/puteri sakristi akan dapat dirasakan, jika mereka yang telah dipanggil untuk itu memiliki semangat dasar, menghayati dan melaksanakan apa yang menjadi tugas pelayanannya. Penghayatan semangat dasar tugas pelayanan sebagai seorang misdinar/ puteri sakristi haruslah tetap dipelihara, dihayati dan dipahami dengan sungguh.
Putera altar/ puteri sakristi Gereja St. Paulus Nganjuk berlindung kepada St. Tarsisius (pesta 15 Agustus) dan St. Theresia Kanak- kanak Yesus  (H.R 1 Oktober). Kedua pelindung ini hendaknya dicontoh/ diteladani hidupnya.
PA-PS Nganjuk memiliki semboyan dan semangat dasar COR UNUM et ANIMA UNA.
Cor      : hati
Unum  : satu
Et        : dan
Anima : jiwa
Una     : satu
Cor Unum et Anima Una mengandung arti sehati dan sejiwa.
Semangat Sehati dan Sejiwa bersumber dari semangat gereja purba di Yerusalem jaman para rasul (Kis 4:32). PA-PS Nganjuk dibentuk dengan diresapi semangat dasar jemaat perdana para rasul, bahwa mereka sehati dan sejiwa bertekun di dalam persekutuan, berdoa, pengajaran, pelayanan dan pewartaan/ kesaksian. Inilah alasan gereja katholik dibangun di seluruh dunia. Sehati dan Sejiwa diperoleh didalam kasih Kristus ( Flp 2:2) dan hidup PA-PS harus selaras dengan semangat Injil, berjuang untuk iman. (bdk Flp 1:27). Sehati dan Sejiwa menjadi dasar semangat PA-PS Nganjuk didalam persekutuan kelompok, ketekunan didalam doa peribadatan, persatuan dalam pelayanan, sehati sejiwa dalam segala tindak perbuatan, kata, pikiran, dan pengharapan. Sehati sejiwa didalam pengajaran dan kesaksian.
            Tugas utama PA-PS adalah melayani Tuhan, gereja dan sesama. Tugas melayani sebagaimana diteladankan oleh Guru dan Tuhan Yesus sendiri kepada para rasul dan mereka yang menderita, saling melayani dan mengasihi menjadi tanda pengikut Kristus (bdk Yoh 13:1-20. 34-35). Tugas melayani janganlah dianggap sebagai pekerjaan hina tetapi tugas melayani memiliki makna tidak mementingkan diri sendiri, memberi hati kepada sesama teristimewa bagi mereka yang rendah diri, pemalu, dikucilkan teman yang lain. Melayani berarti juga sikap mandiri, dapat mengurus diri sendiri sehingga tidak perlu harus dilayani oleh orang lain.
            Sebagai seorang PA-PS hendaknya memiliki kebesaran jiwa untuk melayani, rendah hati, tidak sombong, selalu gembira, tekun, tulus, ramah dan penolong dalam pribadinya. Untuk itu, seorang putera altar/ puteri sakristi harus mau dengan rela dan tekun membuka hati untuk pengajaran, penghiburan, karunia istimewa yang bersumber dari Sabda dan Ekaristi untuk membentuk jati diri, kepribadian, citra seorang putera altar/ puteri sakristi yang baik.
PA-PS memiliki tugas kerasulan yang khas di bidang liturgi. Tugas pelayanan/ kerasulan PA-PS dilakukan sebelum- saat- sesudah perayaan Ekaristi atau perayaan sakramental.
Untuk penghayatan hidup rohani itu, PA-PS Nganjuk memiliki penghormatan yang istimewa terhadap Sakramen Cinta Kasih dan Hati Mahakudus pada setiap Jamuan Suci (hari kamis menjelang Jumat I tiap bulan) dan Ibadat Astuti pada setiap Jumat I dalam bulan. Ibadat istimewa ditekankan bagi PA-PS karena tidak satu jemaat Kristen pun dapat dibangun, terkecuali kalau berakar dan berproses pada perayaan Ekaristi Mahakudus. Dari Ekaristi, semua usaha jemaat harus dimulai (Misteri Ekaristi 13), karena yang merayakan Ekaristi ialah Kristus sendiri bersama umat. Allah yang tersusun secara hirarkis.
Ekaristi merupakan pusat kehidupan Kristen, baik bagi gereja keseluruhan, gereja setempat maupun kehidupan rohani setiap orang (Pedoman Umum Buku Misa bab I ar. 1). Dari kedalaman iman bersumber dari kecintaan, penghormatan kepada Sakramen Mahakudus ini menjadikan seorang PA-PS harus memiliki dua mata lebar untuk melihat kebutuhan umat, dua telinga lebar dan tajam untuk mendengarkan bimbingan pengajaran dan keluhan, dua tangan melayani, dua kaki ramping lincah bergerak melayani, hati besar dan lembut penuh kasih pengampunan, berbudi halus dan iba terhadap sesama. Meskipun PA-PS terdiri dari siswa SD hingga SMA tetapi memiliki arti khusus bagi gereja di Nganjuk.
Nasehat St. Paulus (Roma 12:1), “Demi kemurahan Allah supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan berkenan kepada Allah : itu ibadahmu yang sejati”. (Kor 15:58) “Berdirilah teguh, jangan goyah dan bergiatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan, sebab kamu tahu bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.

SUMBER DOKUMEN UNTUK PUTERA ALTAR-PUTERI SAKRISTI
Semboyan Cor Unum et Anima Una
·         Kis 4:32
·         Flp 2:2
·         Flp 1:27
Pengaturan Putera Altar dalam dokumen hasil Konsili Vatikan II
A.     Art.29 Konstitusi Liturgi 4 Desember 1963
“Juga para putra altar (pelayan misa), lektor, komentator dan juga anggota paduan suara benar-benar menjalankan tugas liturgi. Oleh karena itu mereka hendaknya menunaikan tugas dengan saleh, tulus, dan seksama sebagaimana layak untuk pelayanan yang begitu luhur dan sudah semestinya dituntut dari mereka oleh umat Allah. Oleh karena itu haruslah mereka secara mendalam diresapi oleh semangat liturgi masing-masing menurut kadar kemampuannya dan dididik untuk membawakan peranannya dengan tepat dan rapi”.
Art.30 untuk meningkatkan partisipasi aktif umat, maka aklamasi oleh umat, jawaban-jawaban, kidung-kidung mazmur, antifon dan lagu-lagu pun pula gerak gerik, peragaan serta sikap badan hendaklah dikembangkan. Pada saat-saat yang tepat hendaknya diadakan pula saat hening dengan khidmat.

B.     Kurnia Tak Terhingga 3 April 1980
Art.18 Ada berbagai peran yang dapat dibawakan oleh kaum wanita didalam pertemuan liturgi, antara lain: membacakan sabda Allah dan ujud-ujud doa umat. Tetapi wanita tidak diizinkan bertindak sebagai putri altar.

C.     Instruksi III Mengenai Pelaksanaan Konstitusi Liturgi 5 September 1970
No.7 Menurut kaidah liturgi tradisional gereja, kaum wanita (remaja, wanita yang sudah berkeluarga, biarawati) dilarang melayani imam di altar, di rumah-rumah, di biara, di kolose atau institut wanita; apalagi di gereja-gereja. Tetapi selaras dengan peraturan tentang hal ini, kaum wanita boleh:
a.       Membawakan bacaan-bacaan Kitab Suci, kecuali Injil
b.      Membawakan ujud-ujud doa umat
c.       Memimpin nyanyian umat
d.      Memainkan organ atau alat musik lain yang telah disetujui
e.       Membacakan penjelasan yang menolong umat untuk memahami ibadat dengan lebih baik
f.       Mengemban tugas-tugas tertentu demi pelayanan kepada kaum beriman yang berada di beberapa tempat misalnya among tamu, mengatur tempat duduk umat, mengatur perarakan persembahan dan mengumpulkan kolekte didalam ibadat.

D.    Kurnia Tak Terhingga 3 April 1980
(SBL 2E No. 1154) ... Dengan cara ini para imam akan dapat mendarmabaktikan diri pada karya pastoral yang lebih berdayaguna dan pada katekese liturgi bagi kaum beriman; juga membina kelompok lektor, memberikan bimbingan spiritua dan latihan-latihan praktis kepada para putera altar...

E.     Instruksi tentang musik di dalam liturgi 5 Maret 1963
Art.13 Perayaan-perayaan liturgi adalah perayaan seluruh gereja, yakni perayaan umat kudus, yang disatukan dan dipimpin oleh uskup atau imam. Karena tahbisan kudus yang telah mereka terima, imam dan para pembantunya memegang peranan khusus dalam perayaan-perayaan ini. Seperti juga atas dasar pelayanan yang harus mereka laksanakan, para putera altar, lektor, komentator dan anggota koor.
Art.26 Imam, pelayan-pelayan kudus dan putera altar, lektor, serta anggota koor dan juga komentator hendaknya melaksanakan tugas yang dipercayakan kepada mereka dengan cara yang mudah dipahami umat, kalau perlu bisa dengan setengah hafal dan nampak spontan. Sangat diharapkan bahwa imam dan para pelayan dalam berbagai tingkatnya memadukan suara mereka dengan suara seluruh umat dalam bagian-bagian yang harus dibawakan oleh umat.


F.     Pedoman Pastoral Untuk Liturgi 23 November 1972
No.29 Pelayan utama perayaan liturgi ialah diakon dan akolit. Selain itu menurut tradisi yang sangat baik tugas-tugas pelayanan yang langsung berhubungan dengan upacara biasanya diserahkan kepada bapak, pemuda-pemuda atau juga kepada anak-anak lelaki. Dengan demikian umat lebih diberi bagian dalam penyelenggaraan ibadat dan di kalangan kaum muda sudah ditanamkan pengertian dan penghargaan terhadap gereja (ibadat gereja). Pelayan-pelayan hendaknya disiapkan sungguh-sungguh, bukan hanya tentang aturan upacara dan tugas mereka masing-masing, tetapi juga tentang arti ibadat pada umumnya. Mereka hendaknya selalu diberi perhatian khusus, dilatih dengan baik dan dididik untuk melaksanakan tugas mereka dengan setia, khidmat dan lancar.
Sebaiknya dalam tiap-tiap upacara ibadat bersama umat diikutsertakan setidaknya seorang pelayan. Makin meriah upacaranya, makin banyak pelayan dapat diserahi tugas. Tetapi jumlahnya jangan sampai berlebihan sehingga upacara tetap lancar dan jelas bagi umat. Para pelayan yang bertugas harus belajar mengikuti ibadat, tidak hanya secara lahir, tetapi sepenuh hati. Mereka yang tidak bertugas hendaknya ikut serta bersama umat.

G.    Sakramen Mahakudus 21 Juni 1978
(SBL 2 D No.791) Perayaan Ekaristi adalah pusat seluruh kehidupan kristiani, baik bagi gereja universal maupun bagi himpunan jemaat gereja lokal. Sebab semua sakramen, erat berhubungan dengan Ekaristi dan diarahkan kepadanya; demikian pula segala kegiatan pelayanan gereja dan karya kerasulannya. Sebab didalam Ekaristi Mahakudus terangkum seluruh harta rohani gereja, yaitu Kristus sendiri...
SIKAP- SIKAP DALAM LITURGI
            Didalam kehidupan seseorang, gerak gerik/sikap badan adalah lambang/simbol dari maksud yang diungkapkan. Didalam berliturgi memiliki sikap/gerak yang merupakan ungkapan suasana hati/batin. Harus selalu diingat, janganlah kita berhenti pada simbol/lambang sikap badan saja tetapi yang terpenting adalah arti/makna yang diungkapkan, dinyatakan dengan penuh kesadaran.
            Gereja Katholik memiliki kekayaan budaya khas liturgis yang bersumber dari sikap luhur manusia. Gerak gerik pada gereja umat Allah bersumber dari Kitab Suci, tradisi masyarakat berbudaya (inkulturasi). Konsili Vatikan II menegaskan agar gerak gerik, peragaan serta sikap badan hendaknya dikembangkan (KL 30). Sikap tubuh dalam liturgi adalah:

1.      Membuat tanda salib
Tanda iman kepercayaan kristiani. Dipakai untuk membuka – menutup doa, semua pemberkatan, menerima pemberkatan, pembacaan Injil oleh imam/diakon. (ingat: dengan tanda ini kamu akan menang)
2.      Berdiri
Tanda hormat, siap sedia (berdiri bertumpu pada dua kaki tanpa bersandar). Dipakai saat imam masuk/keluar, Gloria (kemuliaan), Bait pengantar Injil-bacaan Injil, syahadat, pembukaan, salam, prefasi-Kudus, Bapa Kami, menyambut komuni. (ingat: berdiri lambang khas Paskah—Bangkit, gembira).

3.      Berlutut (satu kaki)
Sikap hormat mendalam. Dipakai saat menghormat pada sakramen setiap kali masuk/keluar gereja, naik ke panti imam. Saat menghormat kepada Paus, Uskup untuk mengecup cincin.
4.      Berlutut (dua kaki)
Sikap hormat, tobat, merendahkan diri, sikap doa pribadi, memohon. Dipakai: berdoa sebelum—sesudah perayaan Ekaristi, selesai penelitian batin—kyrie, doa syukur agung, Anak Domba , doa setelah menyambut komuni, menerima berkat, berdoa di depan patung, sembah sujud Astuti, saat litani pada tahbisan/kaul (dilakukan pentahbis dan umat).
5.      Duduk
Sikap mendengarkan, tenang. Dipakai: selama pewartaan sabda I – II, mendengarkan homili, mendengarkan instruksi, mengikuti/menyaksikan perayaan pentahbisan, krisma, pernikahan, mengajar oleh uskup (katedra= kursi uskup mengajar).
6.      Membungkuk dan menundukkan kepala
Menghormat, merendah. Dipakai: menghormat salib, patung, setiap menyebut Tritunggal, menerima berkat, menghormat imam saat pelayanan.
7.      Mengecup
Hormat, kasih. Dipakai: mengecup salib sebelum doa rosario, altar dan Injil (oleh imam/diakon), mengecup salib pada Jumat Agung, bumi (oleh Paus Yohanes Paulus II saat kunjungan pastoral), cincin uskup (ingat: Yesus dikhianati oleh Yudas Iskariot dengan kecupan).
8.      Menyembah
Sikap hormat takzim khas dunia timur. Dipakai: umat saat Hosti-cawan ditunjukkan setelah konsekrasi, saat sembah Astuti, sebelum menyambut komuni.
9.      Menepuk/ mengetuk dada
Penyesalan, tobat. Dipakai: saat doa tobat, kyrie, Anak Domba, sebelum doa sambut komuni (Ya Tuhan saya tidak pantas...).
10.  Tiarap
Merendahkan diri, tobat, permohonan yang dalam. Dipakai: imam saat pembukaan Jumat Agung, para biarawan/biarawati yang akan kaul, frater diakon/ imam yang akan ditahbiskan menjadi imam/uskup. (ingat: Raja Daud menyesal saat kelahiran anak haram dengan Betsyeba—sikap tobat).
11.  Mengatupkan tangan
Tenang, penyerahan, menyatukan. Dipakai: sikap tangan bagi misdinar jika berjalan/ berdiri/ berlutut, saat berdoa pribadi, saat perarakan sambut komuni dan kembalinya, saat kembali setelah menghantarkan persembahan.
12.  Berjalan/ perarakan
Berpindah menuju ke...
Dipakai: perarakan masuk/keluar imam dan misdinar, perarakan Injil, pengantar persembahan, perarakan akan menerima komuni, masuk/keluar umat dari/ ke bangku/pintu.
13.  Saat hening
Merenungkan, pribadi. Dipakai: saat pemeriksaan batin, setelah bacaan, setelah Homili/ kotbah, setelah menerima komuni, setelah anamnese, sebelum menyambut komuni, setiap kali setelah ajakan “Marilah berdoa”.
14.  Tangan terentang
Sikap menyerah total, pasrah. Dipakai: khusus imam saat Doa Syukur Agung. (ingat: Yesus terentang pada kayu salib sebagai korban).
15.  Membuka tangan
Meminta, pasrah, syukur. Dipakai: menerima sakramen Mahakudus (tangan sebagai tahta), menerima pengurapan minyak orang sakit/ tahbisan, memohon curahan Roh Kudus (pada doa karismatik), imam saat Doksologi.
16.  Mengulurkan tangan dan menumpangkan tangan
Memohon dan memberi kuasa. Dipakai: bagian ini dari pentahbisan, berkat meriah, akan memberkati, pengukuhan. (ingat: Musa mengulurkan tongkat pada Laut Merah, Yesus menyembuhkan).
17.  Berjabat tangan
Persahabatan. Dipakai: saat salam damai, penerimaan dalam imamat.


KELENGKAPAN PERAYAAN SAKRAMEN
Perlengkapan gereja adalah seperangkat peralatan yang dipergunakan untuk perayaan suatu sakramen. Misalnya permandian, krisma, ekaristi, tobat, pernikahan, perminyakan dan imamat. Peralatan itu adalah benda yang dianggap khusus oleh tugas yang disimbolkannya, sehingga kita harus merawat, menghargai, memperlakukan dengan hormat. Peralatan untuk sakramen ini pasti ada di setiap gereja paroki dan peralatan itu disimpan di sakristi atau didalam gedung gereja itu sendiri dan itu semua ada di gereja kita. Peralatan itu adalah:
1.      Panti Imam
Bagian yang sering disebut altar yaitu tempat lebih tinggi dan agak luas yang dipergunakan imam dan pelayan yang bertugas. Tempat ini juga dipergunakan untuk perayaan upacara khusus misalnya tahbisan, krisma.



2.      Altar
Titik pusat gereja Katholik, biasanya terbuat dari batu pualam karena Kristus adalah batu sendi gereja. Altar tempat menghadirkan korban salib, meja perjamuan Tuhan, pusat ucapan syukur (eucharista), pemersatu umat Allah untuk ambil bagian dalam perjamuan.
3.      Dwal/ kain altar
Sehelai kain putih yang dibentangkan pada meja altar sebagai penghormatan perayaan syukur serta perjamuan Tubuh dan Darah Kristus.
4.      Daun altar
Bagian dari meja altar yang terbuat dari batu alam (marmer) berisi reliqui dari pelindung gereja dan harus benar-benar asli. Pada masa pengejaran umat Kristen, perayaan perjamuan dilakukan diatas nisan para martir dalam katakomba.
5.      Salib dinding
Setiap gereja dipasang satu salib dinding yang besar dan menjadi titik pandang seluruh umat sebagai lambang karya kemenangan penebusan Kristus.
6.      Salib Altar
Sebuah salib kecil yang diletakkan pada meja altar atau didekatnya sebagai tanda korban penebusan dan untuk syarat korban penebusan.
7.      Tabernakel (tabernaculum = kemah)
Kotak besi berlapis emas yang kokoh dan tidak mudah dibongkar untuk menyimpan Sakramen Mahakudus secara terus menerus. Tabernakel dapat ditanam pada tembok atau dibuatkan kapel, tempat umat dapat melakukan sembah sujud.
8.      Lampu Allah (Sanctuary Lamp)
Lampu bernyala siang malam disamping Tabernakel sebagai tanda kehadiran Allah (ingat pada tiang awan api saat Israel keluar dari Mesir dan Musa membangun kemah suci). Lampu ini dahulu diisi dengan minyak zaitun/ minyak kelapa, namun sekarang menggunakan listrik dan dibanyak tempat bola lampu merah/ oranye yang dipakai.
9.      Kaki dian/ Kandelar/ Cereostata
Tempat untuk meletakkan lilin dan dapat dipergunakan untuk perarakan.
10.  Lilin Altar
Melambangkan Kristus cahaya dunia, menciptakan suasana khidmat dan menunjukkan tingkat kemeriahan upacara. Setiap kali perayaan ekaristi, lilin altar harus selalu dinyalakan.
11.  Lilin Paskah
Lilin istimewa dalam ukuran besar yang berhias indah. Melambangkan Kristus cahaya dunia dan lambang tugu (tiang). Api lilin Paskah diberkati pada upacara cahaya pada malam paskah dan tiap tahun harus selalu baru dan benar-benar terbuat dari bahan lilin. Pada masa Paskah (Malam Paskah, Minggu Paskah dan Pentakosta) diletakkan di dekat mimbar/ altar. Pada masa biasa diletakkan di samping bejana babtis dan dinyalakan setiap kali ada permandian.
12.  Mimbar/ Ambo/ Rortra
Tempat yang tetap untuk liturgi sabda, tempat pewartaan sabda, mazmur, homili, pujian Paskah (exsultet), sekuensia Paska-Roh Kudus, doa umat. Tempat ini sebagai lambang kehadiran Tuhan dalam sabda.
13.  Standar – Rehall
Tempat di dekat mimbar untuk mentakhtakan kitab suci/ buku bacaan misa.
14.  Bangku umat
Tempat luas yang tersedia untuk umat yang berisi bangku. Dibuat agar mat dapat melakukan sikap liturgi (berlutut, berdiri, duduk). Pada gereja katholik, bangku umat diatur kanan – kiri ditengah sebagai jalan perarakan. Dibagi juga menjadi empat bagian untuk memudahkan pembagian komuni. Bangku umat yang berisi penuh melambangkan kehadiran Kristus dalam himpunan jemaat umat Allah.
15.  Sedilia
Tempat duduk imam dan para pelayan. Dari tempat duduk ini semestinya imam memimpin perayaan ekaristi saat pembukaan, doa pembukaan, doa penutup, perutusan. Tempat duduk imam tidak boleh menyerupai takhta, karena yang berhak hanya uskup (kursi takhta uskup – lambang keuskupan – Cathedra) dan imam dapat melihat/ dilihat umat dan nampak bahwa imam memimpin perayaan Ekaristi.
16.  Bejana Babtis
Tempat yang dikhususkan sebagai tempat untuk meletakkan air babtis. Diletakkan pada kapel pembabtisan dan didekatnya diletakkan lilin paskah. Bejana dapat terbuat dari batu pualam/ bahan yang pantas.
17.  Air Babtis
Air yang diberkati secara khusus pada malam Paskah (Liturgi Babtis). Diperoleh dengan mencelupkan lilin Paskah diatasnya. Air ini dipergunakan untuk membabtis dan disimpan dalam bejana babtis.
18.  Tempat Air Suci
Bejana kecil terbuat dari logam/ marmer yang ditempatkan didekat pintu masuk gereja yang berisi air suci (air babtis) dipergunakan untuk membuat tanda salib pribadi saat akan memasuki gereja. Sebagai pengingat akan permandian yang kita terima.
19.  Air Suci
Air yang diberkati dengan dicampur sedikit garam yang dipergunakan pada pemberkatan rumah, pengantin, cincin kawin, medali, benda-benda devosional dan umat sebagai kenangan pembabtisan.
20.  Bejana Air Suci
Tempat yang terbuat dari logam dan adakalanya mirip timba kecil. Dipergunakan sebagai tempat air suci pada saat pemberkatan dengan menggunakan air suci. Misal: pemberkatan jenazah, tanah, palma, dll.
21.  Aspergil /Hisop
Sebuah alat yang dipergunakan untuk merecikkan air suci pada pemberkatan. Biasanya berbentuk bulat panjang berukuran kurang lebih 10 – 35 cm.
22.  Kamar pengakuan
Tempat yang disediakan dalam gedung gereja untuk menerimakan sakramen tobat. Terdapat dua ruang/ pintu. Satu untuk imam dan satu untuk umat.

23.  Meja kreden
Meja yang ditempatkan didekat meja altar. Tempat meletakkan semua peralatan perayaan ekaristi. Juga terdapat pula tempat untuk meletakkan persembahan umat.
24.  Orgel/ alat musik
Alat musik dipergunakan dalam ibadat untuk menciptakan suasana meriah, tenang, mediatif sehingga membantu menghidupkan, memperindah dalam peribadatan dan membantu koor umat dalam menyanyi.
25.  Patung Kudus
Patung yang ditempatkan dalam gereja adalah Hati Kudus, Maria, Yosef, pelindung gereja. Pada masa natal dipasang patung peristiwa natal. Patung berfungsi untuk membantu umat agar lebih khusyuk dalam beribadah, membantu umat mengarahkan doa kepada pribadi yang dipatungkan. Suatu tradisi yang sampai sekarang masih ada yakni memasang/ menyalakan lilin oleh umat yang datang berdoa sebagai persembahan untuk doa yang dipanjatkan.
26.  Gambar Jalan Salib
Gambar/ lukisan tentang peristiwa sengsara Tuhan. Tiap gambar terdapat salib kecil dan terdiri dari 14 perhentian. Doa jalan salib dilakukan terutama pada masa prapaskah, pada tempat perziarahan sebelum mencapai gua. Gambar jalan salib ini membantu umat untuk merenungkan/ menghadirkan peristiwa kesengsaraan untuk penebusan.
27.  Kitab Suci/ Buku bacaan misa
Buku yang berisi sabda Tuhan diwartakan pada liturgi sabda dari mimbar dan diambil dari standar-rehall. Buku bacaan misa sudah tersusun sesuai penanggalan liturgi. Terdiri atas 3 jilid berwarna merah. Bagian I Bacaan Misa Minggu dan Hari Raya, buku II Bacaan Misa Harian, buku III Bacaan Misa Santo/a dan kesempatan khusus.
28.  Penanggalan Liturgi
Suatu buku kecil yang diterbitkan oleh Komisi Liturgi KWI berisi daftar bacaan misa hari minggu, harian, peringatan para kudus. Ibadat harian disusun berdasarkan hari-hari.
29.  Buku-buku
Buku yang dipergunakan untuk perayaan sakramen: TPE (Tata Perayaan Ekaristi), Buku misa harian dan santo/a, buku misa minggu dan hari raya, Madah Bakti dan Puji Syukur.
30.  Lonceng gereja/ signum/ nola
Ditempatkan pada menara samping atau atas gedung gereja. Lonceng diberkati dengan pemberkatan meriah. Digunakan untuk memanggil umat untuk perayaan ekaristi, tanda pergantian hari dari malam-pagi-siang-sore, tanda untuk berdoa Angelus (Malaikat Tuhan) atau Regina Caeli (Ratu Surga) pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 00.00. Tanda kegembiraan pada hari Kamis Putih, Malam Natal, Malam Tahun Baru, Detik-detik proklamasi 17 Agustus, Malam Paskah setelah Bacaan Perjanjian Lama, tanda pemberangkatan jenazah dari gereja.
31.  Bel Konsekrasi/ parvacampunula
Terdiri atas 4 lonceng kecil yang disatukan dan dipergunakan saat konsekrasi (menunjukkan Hosti dan Cawan) banyak gereja yang menggantinya dengan gong sedangkan pada misa harian bel ini masih dipergunakan.

32.  Salib Perarakan
Salib bertangkai panjang yang dipergunakan dalam perarakan sebagai pembuka barisan proses dan menunjukkan tingkat kemeriahan (hari raya), Minggu Palma, Misa Episkopal (misa bersama uskup), pemberkatan/pemakaman jenazah.
33.  Pendupaan
Melambangkan doa yang membumbung, menunjukkan tingkat kemeriahan (misa hari minggu diperbolehkan). Dipergunakan selama perarakan masuk, menghormati altar, perarakan dan pewartaan Injil, persiapan persembahan dan untuk menghormati roti anggur, ibadat astuti dan pemberkatan jenazah. Pembakaran dupa lambang semangat, bau semerbak lambang kebajikan, asap membumbung lambang doa yang membumbung ke hadirat ilahi.
34.  Dupa/ kemenyan
Lambang keimanan. Dupa terbuat dari ramuan kayu wangi bunga kering, kemenyan dupa. Pada lilin Paskah terpasang 5 dupa lambang lima luka Yesus di salib.
35.  Wiruk/ Thuribulum
Tempat bara api memiliki tutup dan rantai, biasanya terbuat dari kuningan. Wiruk (Bierook-Vat, Bld = tempat api).
36.  Navicula
Tempat dupa dari logam bertutup dengan sendok untuk mengambil dupa.
37.  Bunga
Lambang kegembiraan, keindahan, kemeriahan. Bunga ditempatkan pada meja altar, depan patung atau tempat yang pantas. Pada masa Adven dan Prapaskah bunga diganti dedaunan. Pada hari raya boleh mempergunakan bunga bebas asalkan bunga di altar tidak menutup pandangan umat ke altar.
38.  Abu
Lambang pertobatan, dipakai pada perayaan Rabu Abu, diperoleh dari daun palma kering yang telah diberkati pada minggu palma tahun sebelumnya.
39.  Minyak Suci
Setiap gereja disediakan sejumlah minyak yang diambil setelah Misa Krisma menjelang Kamis Putih. Minyak SC (Sanctum Chrisma) digunakan untuk Krisma. Minyak OC (Oleum Catechumenorum) digunakan untuk katekumen, minyak OI (Oleum Infirmonum) untuk pengurapan orang sakit. Minyak Krisma hanya disimpan oleh Uskup, berbentuk balsem untuk pentahbisan. Minyak yang dimusnahkan dengan dituang pada kapas dan dibakar.
40.  Hosti
Roti melambangkan Tubuh Kristus setelah dikonsekrir , menurut hukum ritus Latin-Romawi harus terbuat dari gandum tanpa ragi berbentuk bundar, tidak boleh lembek dan mudah untuk dipatahkan/ dibagi-bagikan.
41.  Anggur/ venus
Anggur cair berasal dari pohon anggur, harus asli dan murni tanpa campuran, tidak boleh terlampau masak (kadar alkhohol menjadi tinggi). Lambang Darah Kristus, ke-Allahan.


42.  Air putih/ aqua
Air minum masak yang bening tanpa campuran, digunakan untuk sedikit mencampuri anggur mengungkapkan persatuan ke-Allahan- kemanusiaan Yesus. Persatuan Allah (Anggur) dengan manusia (air putih) disatukan oleh Yesus berkat penebusan di kayu salib.
43.  Calix/ Cawan/ Piala
Bejana yang terbuat dari bahan berharga bagian dalamnya dilapisi emas murni untuk menampung darah kristus. Cawan dikonsekrir oleh Uskup sebelum dipergunakan.
44.  Patena
Lapik yang terbuat dari bahan yang sama dengan cawan dan biasanya menjadi satu dalam satu tempat. Tempat Hosti besar untuk imam, tempat hosti Tubuh Tuhan.
45.  Sibori
Bejana untuk tempat hosti Sakramen Mahakudus, bejana ini ada yang memaki tutup ada yang tidak. Untuk disimpan dalam Tabernakel selalu sibori bertutup.
46.  Piksis
Tempat sakramen Mahakudus jika mengirim sakramen kepada orang sakit, tua – jompo. Bentuk tempat ini pinggan (cepuk logam emas) dengan tutup dan tas/ dompet untuk diikat di dada. (ingat!! St. Tarsisius ketika dibunuh membawa Piksis).
47.  Velum/ tudung
Kain penudung sibori bertutup berisi sakramen Mahakudus yang disimpan. Sibori harus bervelum jika disimpan di Tabernakel.
48.  Conopeum
Tirai yang terdapat dalam tabernakel sebagai gambaran bagian Qudus al Mugadas dari kemah Israel.
49.  Ampula
2 cangkir untuk tempat air putih dan anggur sebelum dikonsekrasikan.
50.  Lavabo
Peralatan cuci tangan imam sebelum persembahan dihunjukkan.
51.  Purificatorium
Kain lap untuk membersihkan cawan. Dipakai juga sebagai cawan. Selalu berwarna putih dan sulaman salib ditengah, bentuk panjang lebih kurang 40cm lebarnya lebih kurang 10cm.
52.  Palla
Karton dilapis kain lenan putih bersulam berbentuk bujursangkar untuk menutup cawan, sibori tanpa tutup.
53.  Coohelarium
Sendok kecil yang dipakai untuk mengambil air putih sedikit dicampur anggur. Sendok ini selalu ada dalam setiap cawan.
54.  Corporale
(corpus= tubuh) kain lenan putih yang ditengahnya disulam salib untuk alas cawan, patena dan sibori. Lebar 9x palla.
55.  Monstran (monstrare = menunjukkan)
Suatu bentuk yang indah dipergunakan untuk menunjukkan hosti besar Tubuh Tuhan agar dilakukan penghormatan/ sembah sujud astuti. Hosti dalam berkat sakramen sebagai berkat tertinggi. Di beberapa gereja pada kesempatan khusus diadakan perarakan Sakramen Mahakudus. Pentahtaan sakramen dalam monstran harus selalu dipasang minimal 4 batang lilin dan pendupaan dipakai.
56.  Alba (albus = putih)
Pakaian syarat bagi para petugas di panti imam. Terbuat dari kain yang longgar sampai ke mata kaki. Lambang kebajikan dan kemurnian hasil sengsara Kristus.
57.  Amik  
Pakaian berupa kain putih bertali berbentuk segi empat lebih kurang 30cm x 50cm. Kain ini dipakai untuk menutup kerung leher jika memakai pakaian biasa, setelah amik dikenakan kemudian alba dipakai. Makna amik sebagai perlindungan Tuhan.
58.  Singel/ cinculum
Tali pengikat pinggang terbuat dari benang untuk mengikat alba dan stola. Maknanya pengendalian diri, kenangan akan Yesus yang terikat ketika ditangkap. Cinculum sebutan untuk tali pengikat pinggang berbentuk lebar dan menjuntai sepanjang jubah, berwarna putih. Paus; berwarna merah, kardinal; berwarna ungu, uskup; berwarna merah anggur.
59.  Stola
Kain panjang berbentuk selendang berhias indah sebagai lambang jenjang imamat yang penuh tanggung jawab. Stola model sekarang lebar-lebar dan berhias. Dipakai diatas kasula. Secara tradisional pemakaian stola uskup menjuntai di dada. Imam stolanya bersilang di dada. Diakon stolanya menyamping dari bahu kanan ke pinggang kiri. Imam mengenakan stola ungu untuk menerima sakramen tobat, melepas jenazah dan pentahbisan.
60.  Kasula
Pakaian terpenting bagi imam jika memimpin ekaristi. Terbuat dari kain lebar menutup depan belakang, hiasan motifnya liturgis. Pada hari raya dipakai kasula yang paling bagus, indah dan agung. Banyak dijumpai kasula polos krem tetapi mengenakan stola lebar berhias. Kasula ini yang menjadi ciri warna liturgis sehingga terdapat/ memiliki kasula sesuai warna liturgi yaitu: putih (kegembiraan, pesta), masa paskah, masa natal, hari raya, para kudus bukan martir, tahbisan. Krem/kuning gading (kegembiraan, pesta) dipakai seperti putih. Hijau (pengharapan): selama masa biasa. Ungu (tobat): masa prapaskah (rabu abu), adven (minggu I adven – 24 Desember pagi), stola ungu pengakuan, pemberkatan jenazah (misa requiem/ misa arwah) merah (api, darah): hari raya pentakosta, jumat agung, para martir.
61.  Toga
Jubah panjang milik misdinar
62.  Superpli
Baju berwarna putih panjang sepinggang, tanpa kerung lebar, tangan sampai ke siku. Dipakai di atas toga (misdinar) jubah putih (frater/imam), alba diatas superpli dikenakan stola bagi imam menerimakan babtisan bayi, pemberkatan jenazah.


63.  Pluviale
Mantol kain berhias indah. Dikenakan imam saat perarakan minggu palma, perarakan sakramen mahakudus. Dipakai uskup dalam pemberkatan gereja, pemasangan batu pertama atau pemberkatan meriah lainnya.
64.  Velum humelare
Kain berwarna putih/krem/kuning gading dengan hias motif liturgis dengan panjang kurang lebih 200cm lebar kurang lebih 50cm. Dipakai saat memberikan berkat sakramen dengan sibori/ monstran. Velum ini dipakai pada bahu dan kedua tangan masuk kantong didalamnya dimaksudkan untuk menudungi sakramen.
65.  Velum albus
Sehelai kain putih panjang polos dengan gesper di leher. Dipakai misdinar bertugas pembawa Mitra dan Baculus.

Catatan tambahan: 7
1.         
Nama
Warna untuk Paus:
Warna untuk Kardinal:
Warna untuk Uskup:
Soli Deo
Putih
Merah
Ungu
Cinculum
Putih
Merah
Ungu
Jubah
Putih
Hitam benang merah
Ungu

Pakaian Paus selalu putih, pakaian kardinal dan uskup jika ke Vatikan harus berwarna hitam dengan benang berwarna merah (Kardinal) dan benang ungu (Uskup). Karena di Indonesia memiliki cuaca yang cukup terik maka, Uskup memakai Jubah putih dengan benang berwarna ungu, meskipun seorang uskup memiliki jubah warna hitam dan merah. Soli Deo: topi kain dikenakan pada ubun-ubun kepala, bentuknya kecil. Warna putih (Paus), Merah (Kardinal), Ungu (Uskup/ Uskup Agung).
Cinculum: selendang pinggang dengan warna seperti diatas.
2.    Mitra: Topi kebesaran Paus, Uskup Agung, Kardinal, Uskup. Abba dari depan berbentuk seperti segitiga dengan hiasan indah. Mitra merupakan lambang kemenangan seorang uskup. Abba: pemimpin biara pertapaan di Indonesia memiliki satu Abba dari Trappis Rawaseneng.
3.    Baculus: tongkat milik Paus/Uskup/ Abba. Lambang penggembalaan. Tongkat gembala ini berujung melengkung terbuat dari logam atau kayu jati.
4.    Cincin dan salib perak: cincin tahbisan uskup. Lambang pemersatu umat, salib perak lambang pembela ajaran. Imam mengenakannya dengan rantai.
5.    Cathedra dan sigilium: kursi uskup di kathedral lambang pengajar. Sigilium: bentuk lambang cita-cita uskup berupa lambang gambar/ simbol/semboyan.



II. LITURGI SEPANJANG TAHUN
1.    Hari Tuhan
Hari Tuhan yang penting dan asli bagi seluruh umat Kristiani adalah Hari Minggu, sebab: pada Hari Minggu kita selalu memperingati kebangkitan Kristus. Kristus menampakkan diri kepada para rasul pada hari Minggu (Yoh 20: 19-29).
Nama hari Minggu berasal dari bahasa Portugis “Domingo” yang berarti “Hari Tuhan” pada hari Minggu, umat Kristiani berkumpul mendengarkan sabda Tuhan serta merayakan Ekaristi. Maka pada hari Minggu pantaslah kita jadikan hari gembala.
2.    Tahun Liturgi
Penanggalan kita selalu dimulai pada tanggal 1 Januari. Hari itu kita namakan Tahun Baru. Sedangkan gereja mempunyai penanggalan sendiri yang disebut Tahun Liturgi, yang dimulai Minggu I Adven dan berakhir pada hari raya Kristus Raja.
a.    Masa Adven
Dimulai pada hari minggu keempat sebelum Natal. Pada masa ini ada tiga poin penting yang harus kita ketahui, yakni: kita mempersiapkan diri, kita merindukan kedatangan Yesus, dan kita menyegarkan iman kita dengan bertobat.
Ciri masa adven: terdapat 4 lilin yang dihiasi cemara, Kemuliaan tidak dinyanyikan pada masa ini, dan warna liturginya adalah ungu yang berarti prihatin, matiraga, pertobatan.

b.    Masa Natal
Dimulai pada malam natal dan terakhir pada Hari Raya Pembabtisan Tuhan. Natal adalah hari raya besar, sehingga perayaannya tak dapat selesai dalam satu hari. Warna liturgi natal: putih.
Hari minggu sesudah natal      : Keluarga Kudus
28 Desember                           : Pesta Kanak-kanak Suci
1 Januari                                  : Pesta St. Maria Bunda Allah
6 Januari                                  : Pesta Penampakkan Tuhan (Tiga Raja)

c.    Masa Prapaskah/ Puasa
Dimulai pada hari Rabu Abu dan berlangsung selama 10 hari. Pada hari itu kita menerima abu di kening kita untuk mengingatkan kita bahwa kita berasal dari abu dan bahwa kita akan menjadi debu pula. Hal ini mengandung pengertian bahwa kita mau bertobat, matiraga atas segala dosa kita.
Ciri: Alleluia dan “kemuliaan” tidak dinyanyikan, warna liturginya ungu.
Hari Minggu sebelum Paskah dinamakan Minggu Palma, mengingatkan kita bagaimana orang Yahudi menyambut kedatangan Yesus di Yerusalem. Minggu ini dinamakan Minggu Suci.




 

No comments:

Post a Comment